Jumat, 31 Januari 2014

Banyak Orang Gagal Menghadapi Cobaan Menyenangkan

Mengawali perubahan status
Teringat betul nasihat Kiai Khozaki alias KH Syaefudin Daldiri "panglima" Front Toriqatul Jihad (FTJ) dari Sidodadi Kuwarasan yang masih "kepernah" paman itu di Balai Wartawan paseban kulon alun-alun Kebumen usai oprasi miras tahun 2000-an. "Sing jeneng coba kuwe werna loro; siji coba sing nyengiti, loro coba sing nyenengna". Maksudnya adalah, cobaan hidup yang menjengkelkan justru lebih gampang dihadapi dan banyak orang yang lulus menjalani cobaan itu. Sedangkan cobaan yang menyenangkan hati, seperti halnya mendapatkan setumpuk uang yang tidak jelas asal-usulnya, hanya sedikit orang yang bisa lulus menghadapi ujian itu.
Persepsi berlebihan tentang kiai
Sebagai wartawan saat itu saya hendak konfirmasi atas berita mulai maraknya judi togel yang menginduk pada Kuis Siapa Berani Indosiar. Diperoleh keterangan dari koordinator lapangan FTJ, bandar togel yang berpusat di Gombong konon masih merugi. Maka kepada Kiai Khozaki itulah saya konfirmasikan masalah tersebut. "Apakah untuk menggerebek judi togel itu harus menunggu bandarnya untung banyak?". Nasihat itulah yang kemudian dijelaskannya, dan terus memberikan tanda tanya berkepanjangan setiap mendengar
Jamaah masjid punya persepsi sendiri-sendiri.
ada kiai di kampung-kampung yang memperoleh sumbangan dari politisi atau pejabat menjelang pemilu atau pasca-pemilu.
Di sisi lain, sepulang berhaji adik saya ngudarasa ingin membeli Tosa bekas untuk antar-jemput gabah. Sebelumnya untuk mendapat order penggilingan padi warisan orang tua ia terpaksa harus ngojek jemput dan antar gabah dengan sepeda motor karena harus bersaing dengan penggilingan padi keliling. Ternyata ia menghadapi masalah. Setelah disebut Kiai Haji, karena ia memang yang mendapat amanat untuk menjadi imam masjid di kampung itu, warga sungkan untuk "menyuruh" atau kirim SMS meminta untuk ngojek menggilingkan gabah. Untuk mempekerjakan orang lain, omset per harinya tak cukup layak memberikan bayaran, sehingga tetap harus ditangani sendiri sebagai buruh dari penggilingan padi sumber matapencaharian seorang kiai.
"Ya ini memang cobaan yang menjengkelkan, tapi sekaligus juga menggelikan. Jadi antara jengkel dan senang, menghadapinya gampang-gampang susah," komentar saya. Ia hanya bisa tersenyum getir menghadapi cobaan hidup dan tanggung jawab yang harus diemban membawa amanat orang tua. Yang jelas ini bukan cobaan menyenangkan sehingga tetap yakin bisa diatasi. Sebab, seperti nasihat Kiai Khozaki, banyak orang gagal saat menghadapi cobaan yang menyenangkan. (Kholid Anwar)

Selasa, 28 Januari 2014

Pilih Caleg Haruskah Shalat Istikharah?

Sedikit jengkel memang begitu pulang melihat stiker caleg DPRD Kebumen tertempel di pintu rumah. Siapa yang menempelkannya, anakku yang siang itu sudah di rumah mengaku tidak tahu. Maksudku sekadar ingin tahu, apakah saat menempelkan itu minta izin. Rasanya ingin serta merta stiker itu dilepas. Tapi setelah dicermati, ternyata gambar adik sendiri, Nurohman, anak paman, mantan kades Tunjungseto yang katanya disuruh nyaleg lewat PKB untuk Dapil 2.
Alasan dia maju antara lain agar Kecamatan Kutowinangun yang penduduknya banyak sudah lebih dari lima belas tahun tidak pernah punya wakil rakyat di DPRD Kebumen. Tapi di bawah stiker itu juga ada gambar teman sendiri, Mahrur Adam Maulana. Dicermati ternyata dosen IAINU Kebumen yang warga Kuwarisan Kutowinangun. Semboyannya juga agar Kutowinangun punya wakil, tidak kalah dari caleg dari kecamatan lain seperti Poncowarno, Alian, Karangsambung, dan Sadang.
Desaku tanpa caleg ya sudah seperti itu.
Itulah masalahnya. Dua caleg dari satu partai di satu kecamatan maju bareng. Bisa jadi perolehan suaranya kalah dari caleg separtai dari kecamatan lain dalam satu dapil. Masalah lainnya, dari dua caleg itu siapa yang harus dipilih. Apakah hukumnya wajib memilih wakil yang satu desa dan bahkan masih saudara? Sebab ada caleg lain yang "sudah berpengalaman" menjadi politisi PKB.
Ah, mungkin tak usah dipilih dua-duanya ya? Soalnya, tak mungkin kalau harus minta wuwur kepada keduanya. Atau sebaliknya, mereka berdua pasti tak akan berani ngasih wuwuran. Tinggal menghitung suara tokek lah. Karena rasanya sangat berlebihan jika hanya untuk memilih caleg pada 9 April 2014 nanti harus shalat istikharah, sekadar memilih satu di antara yang jelek-jelek. Mungkin seperti kebanyakan warga sedesa, ada atau tidak ada wakil di DPRD tak banyak berpengaruh pada tingkat kesejahteraan warga. (Kholid Anwar)

Urut Sewu, Tsunami dan Tambang Pasir Besi

Warga konsisten menolak tambang pasir besi

Masih dalam kebingungan bagaimana masalah tambang pasir besi di urut sewu mengancam benteng pertahanan kawasan pesisir selatan dari gempuran kemungkinan datangnya tsunami, tiba-tiba ada "wangsit" datang lewat SMS. Intinya, jika hendak menyelesaikan masalah tambang pasir besi, sowanlah ke seorang kiai yang menjadi kesepuhan di wilayah Kecamatan Ambal. Repotnya, untuk sowan ke sana harus mengajak pejabat teras di Pemkab Kebumen. Tentu ini sulit dilaksanakan karena masalah kebijakan tambang pasir besi itu otoritas pucuk pimpinan di Kebumen, dan peristiwa Gempa Kebumen bisa diartikan gempa politik jika kait mengait kejadian alam itu ditafsirkan lebih liar. Begitu pelik memang menyelesaikan masalah urut sewu, apalagi jika menyimak SURAT TERBUKA yang dirilis situs resmi PB NU di http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,49747-lang,id-c,nasional-t,Nahdliyin+Tuntut+TNI+AD+Hentikan+Pemagaran+Pesisir+Urut+Sewu-.phpx;

Nahdliyin Tuntut TNI AD Hentikan Pemagaran Pesisir Urut Sewu

Senin, 27/01/2014 17:39
Konflik tanah di Urutsewu, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) telah berlangsung sejak penggabungan desa 1920. Pada 1932 pemerintah Kolonial Belanda mengadakan klangsiran tanah yang membagi tanah berdasarkan nilai ekonomisnya, dengan tujuan akhir menetapkan pajak yang harus dibayar oleh masyarakat.
Penjajah Belanda mengklaim tanah pada jarak ± 150—200 m dari garis pantai sebagai milik Belanda. Masyarakat menyebutnya sebagai “Tanah Kompeni”, dan melawan Belanda untuk merebut kembali tanah-tanah ini. Pada 1937, Tentara Kolonial Belanda memakai pesisir Urutsewu sebagai arena latihan militer, dan dilanjutkan oleh Jepang pada 1942-5.

Maret-April 1998 Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) melakukan pemetaan sepihak dan melabeli area lapangan tembak dengan “Tanah TNI-AD”, dan meminta tandatangan dari kepala desa di kawasan Urutsewu. Belakangan tanda tangan ini dipakai oleh TNI-AD sebagai klaim pengalihan status kepemilikan tanah, sesuatu yang tidak pernah dibicarakan sebelumnya. Pada 2006, TNI kembali melakukan klaim lewat mekanisme tanah berasengaja yang dipakai untuk lapangan tembak. Dalam persepsi warga berasengaja adalah tanah yang sengaja di-bera-kan (tidak ditanami) dan digunakan sebagai penggembalaan ternak.

TNI AD meluaskan klaimnya menjadi 1000 m dari garis pantai pada 2007 dan meminta ganti rugi dalam proses pembangunan Jalan Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa. Klaim TNI AD ini memicu perlawanan keras dari masyarakat dalam bentuk pencabutan patok radius 1000 m dari garis pantai. TNI AD mengancam warga terkait perlawanan ini. Belakangan, klaim “jarak 1000 m” TNI AD diakomodir dalam Draft Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kebumen.

Pada 2008 Kodam IV Diponegoro mengeluarkan surat Persetujuan Pemanfaatan Tanah TNI AD di Kecamatan Mirit untuk Penambangan Pasir Besi kepada PT Mitra Niagatama Cemerlang (MNC). Artinya, TNI AD meneruskan klaimnya terhadap tanah di pesisir Urutsewu, sekaligus terlibat dalam bisnis pertambangan pasir besi. Hal terakhir ini diperkuat dengan terlibatnya salah seorang pensiunan TNI-AD sebagai komisaris PT MNC. Per Januari 2011, pemerintah mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT MNC selama 10 tahun, tanpa sosialisasi. Dalam surat ini dinyatakan bahwa luasan lahan yang akan ditambang adalah 591,07 ha dengan 317,48 ha diantaranya adalah tanah milik TNI AD.

Hal ini memicu reaksi keras dari warga yang disusul dengan penyerangan warga oleh TNI AD dan berujung pada 6 orang petani dikriminalisasi, 13 orang luka-luka, 6 orang diantara luka akibat tembakan peluru karet dan di dalam tubuh seorang petani lainnya bersarang peluru karet dan timah, 12 sepeda motor milik warga dirusak dan  beberapa barang, seperti handphone, kamera dan data digital dirampas oleh tentara. Tetapi pada Mei 2011, melalui surat Kodam IV Diponegoro, TNI AD mencabut persetujuan penambangan pasir besi yang telah diberikan kepada PT MNC.

Pada 2012, warga menolak pengesahan perda RTRW yang menjadikan Urutsewu sebagai kawasan pertambangan pasir besi dan area latihan dan uji coba senjata berat. Alternatif tuntutan warga adalah “jadikan Urutsewu hanya sebagai kawasan pertanian dan pariwisata”. Masih dalam fase yang sama, warga mengusir PT MNC dari Kecamatan Mirit, meskipun izin pertambangan belum dicabut sampai sekarang (Januari 2014).

Pada Desember 2013, TNI AD melakukan pemagaran dan sudah merambah 2 desa di Kecamatan Mirit, yaitu Desa Tlogodepok dan Mirit Petikusan. Meskipun sudah mendapatkan penolakan yang sangat keras dari masyarakat, tetapi TNI AD tetap melanjutkannya.

Karena itu, kami dari Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) dengan ini menuntut kepada Panglima TNI untuk :

1. Memerintahkan penghentian pemagaran di sepanjang pesisir Urutsewu, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jateng oleh TNI AD.

2. Memerintahkan untuk membersihkan semua material, baik yang sudah terpasang maupun belum terpasang dari lokasi pemagaran.

Mengingat mayoritas petani adalah Nahdliyin, kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kami memohon perlindungan terhadap warga di Urutsewu sehubungan dengan konflik tanah yang berkepanjangan di daerah ini.

Dalam konteks yang lebih luas, mengingat tata kelola sumber daya alam (SDA) yang sebagain besar dikuasai oleh perusahaan asing dan maraknya konflik berbasis SDA di Indonesia dewasa ini, maka FNKSDA:

1. Menuntut Pemerintahan Republik Indonesia supaya menentukan sikap dan tindakan nyata dan sepadan terhadap usaha-usaha yang membahayakan KEDAULATAN NKRI MERDEKA dan AGAMA.

2. Menuntut Nahdlatul Ulama agar memerintahkan perjuangan “fi sabilillah” guna merebut penguasaan sumber daya alam demi tegaknya KEDAULATAN NKRI MERDEKA dan Agama Islam.

3. Menyerukan kepada semua warga Nahdliyin dan ummat Islam untuk mempertahankan tanah air dari rongrongan kapitalisme ekstraktif dengan merebut dan menasionalisasi penguasaan Sumber Daya Alam.
________
Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) adalah wadah koordinasi antara Jamaah NU yang memiliki kehirauan mengenai permasalahan konflik pengelolaan sumberdaya alam (SDA), seperti udara, air, tanah, dan segala yang terkandung di dalamnya, terutama yang terjadi di basis NU.

Kelahiran Front ini diawali oleh diskusi tematik bertajuk “NU dan Konflik Tata Kelola SDA” yang diadakan di Pendopo LKiS, Yogyakarta pada tanggal 4 Juli 2013 dengan pembahasan kasus di berbagai daerah di Indonesia. Diskusan sepakat untuk membentuk aliansi dengan tujuan menyiapkan media jaringan untuk kelancaran sirkulasi informasi dan kemudahan pengorganisasian serta mengarusutamakan tata kelola SDA di kalangan NU. (Red: Abdullah Alawi)

Senin, 27 Januari 2014

Wangsit Akan Ada Gempa Kebumen Lebih Dahsyat?

Memahami peristiwa gempa Kebumen dari pandangan rasional dan "ilmiah" mungkin bisa dengan cara menyimak publikasi berbagai analisis para pakar kegempaan. Di situs www.kompas.com misalnya, peristiwa gempa susulan skala 5,3 SR pada Senin pukul 23.14 menunjukkan bahwa gempa pertama pada Sabtu pukul 12.14 sebagai "gempa yang memicu" pergeseran lempeng tektonik menuju keseimbangannya. Hal tersirat dari informasi yang rasional itu adalah masih ada kemungkinan terjadi gempa yang lebih besar. Karena lokasi gempa pada kedalaman 33 km dan jaraknya juga mendekati daratan dari gempa sebelumnya 104 km menjadi 68 km. Maka hitungan rasionya jika ada gempa lagi dampaknya akan sangat dahsyat.
Di sisi lain, dari sudut pandang irasional tentang gempa itu datang dari sebuah SMS seorang yang terbiasa menjalin koneksi dengan sumber informasi irasional. Orang Jawa biasa menyebut wangsit, sebuah pesan dari para leluhur agar anak cucu yang masih hidup mau "eling lan waspada". Sebutlah ia dengan panggilan Ki Joko; "Kita diminta memperbanyak sejud dan bertafakur, ingat para leluhur, dan mau menyantuni alam," pesan Ki Joko.
Pesan irasional itu terasa gathuk dengan informasi lain dari sumber berbeda. Dari leluhur yang makamnya di wilayah Kecamatan Ambal menyampaikan isarat agar jangan berhenti berdoa; "Ya Allah, kami mohon agar keluarga, warga dan daerah kami aman. Amin amin amin ya rabbal 'alamin".  Ini perlu permenungan untuk menangkap maknanya. Sebab wangsit itu datang pasca-gempa pertama, saat sudah diketahui dampak gempa di daerah Kebumen tak separah daerah tetangga. 
Pesan para pakar kegempaan yang melihat peristiwa alam dari sudut rasional, warga di daerah Kebumen dan sekitarnya agar tetap waspada tapi tidak perlu panik dan ketakutan. Namun bagaimana warga tidak takut jika analisis ilmiah para pakar itu memang menakutkan? Menjawab ketakutan dengan banyak membaca doa tadi mungkin dianggap irasional. Tapi kalau hal irasional itu memang fungsional untuk mencipta ketenangan batin, tentu sangat baik untuk dilakukan dengan sepenuh kesadaran yang rasional. Semoga Allah mengabulkan doa kita; daerah Kebumen tetap aman. Amin! (Kholid Anwar)
 

Lagi, Gempa 5,3 SR Guncang Kebumen dan Sekitarnya

Senin, 27 Januari 2014 | 23:44 WIB

KEBUMEN, KOMPAS.com — Gempa kembali mengguncang Kebumen, Jawa Tengah, dan sekitarnya pada Senin (27/1/2014) sekitar pukul 23.14 WIB.

Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa tersebut berkekuatan 5,3 skala Richter (SR).
Pusat gempa di Samudra Hindia, sekitar 68 kilometer arah barat daya Kebumen, dengan kedalaman 33 kilometer.
Getaran gempa dilaporkan terasa hingga Kota Yogyakarta dan Bandung. Sejumlah pengguna akun Twitter melaporkan getaran tersebut.
Sebelumnya, gempa berkekuatan 6,5 SR berpusat di Samudra Hindia terjadi pada Sabtu (25/1/2014) pukul 12.14 WIB. Akibat gempa tersebut, puluhan bangunan ambruk di wilayah Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Magelang, dan sekitarnya. Gempa itu kemudian diikuti gempa susulan hingga enam kali.
Gempa dengan kekuatan lebih kecil, yakni dengan skala 4,7 SR berpusat di dekat pusat gempa pertama, menyusul pada Sabtu tengah malam pukul 23.58 WIB. Sejauh ini, tidak ada korban jiwa dari rangkaian gempa tersebut.(Tri Wahono)

Minggu, 26 Januari 2014

Tambang Pasir Besi dan Tsunami Ancaman Nyata Kebumen



Ancaman nyata tsunami di pantai selatan Kebumen telah dilontarkan para ilmuwan. Namun pemangku kekuasaan di wilayah ini seperti menutup telinga. Gumuk pasir di pesisir Mirit sampai Buluspesantren dalam waktu dekat akan ditambang untuk mengeruk pasir besi dari sana. Usaha keras masyarakat menolak penambangan pasir besi tak pernah berhenti. Tapi rupanya penguasa makin menggunakan tangan besi membungkam gerakan penolakan.
Kalau saja penguasa Kebumen tidak bebal, informasi dari para pakar itu tentu membuat mereka berpikir ulang; tambang pasir besi harus dihentikan, tak peduli apakah investor rugi karena sudah telanjur memberi fee atau mau kabur. Rakyat terutama yang berada di kawasan pesisir harus diselamatkan dari ancaman tsunami. Sebab gumuk pasir itu adalah benteng terbaik dampak tsunami jika suatu saat nanti tsunami melanda selatan Kebumen. Kini semakin tampak, kehadiran investor tambang pasir besi dan prediksi-prediksi para pakar kegempaan makin mempertegas, tambang pasir besi dan tsunami menjadi ancaman nyata Kebumen selatan. Masih mau menentang alam dan dengan sinis mengatakan, “Insya Allah aku sing ngerti karepmu’?” Mulailah bertafakur, dzikir kepada dzat yang menguasai alam, ingat pesan leluhur dan santuni alam, Insya Allah bencana itu datang bukan sebagai hukuman, namun sebagai pengingat agar manusia tidak makin tamak mengeksploitasi alam! (Kholid Anwar)

Gempa Kebumen Bisa Memicu Gempa Lebih Besar
KOMPAS.com - Segmen dimana pusat gempa Kebumen pada Sabtu (25/1/2014) terjadi sebenarnya segmen pendiam. Namun, kemarin, segmen itu seolah bersuara, menunjukkan bahwa dirinya "hidup".
Gempa mengguncang Kebumen kemarin pada pukul 12.14 WIB. Magnitud yang dihasilkan oleh si segmen pendiam sebesar 6,5. Dengan pusat gempa 40 km dari garis pantai dan pada kedalaman 88 km, gempa dirasakan oleh hampir seluruh warga Jawa.
Widjo Kongko, peneliti gempa dan tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkapkan, dalam radius 100 km dari pusat gempa kemarin, cuma ada 10 gempa bermagnitud lebih dari 5 dalam 4 dekade. Suara dari segmen pendiam itu adalah sinyal adanya bahaya."Gempa kemarin menunjukkan bahwa subduksi selatan Jawa masih aktif dan perlu selalu diwaspadai," ungkap Widjo kepada Kompas.com, Minggu (26/1/2014).
Subduksi, atau pertemuan antar dua lempeng, Jawa selama ini tak seaktif subduksi Sumatera. Namun, bukan berarti subduksi itu mati dan tak mampu menghasilkan gempa dan tsunami yang mematikan. Selain kemarin, subduksi Jawa pernah bergejolak pada tahun 1994 mengakibatkan gempa dan tsunami di Pacitan. Sementara, pada tahun 2006, tak lama setelah gempa Yogyakarta, subduksi Jawa juga memicu gempa dan tsunami di Pangandaran.
Irwan Meilano, pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan bahwa ancaman dari selatan Jawa tidak main-main. Selama ini, pakar tektonik membagi subduksi di selatan Jawa menjadi tiga bagian besar. Bagian pertama dari selat Sunda hingga selatan Jawa Barat. Bagian kedua adalah di selatan Jawa Tengah. Sementara, bagian ketiga adalah di selatan Jawa Timur hingga Bali. Kajian para ilmuwan menunjukkan bahwa masing-masing bagian bisa memicu gempa serta tsunami yang dapat berdampak merusak. "Masing-masing bisa menghasilkan gempa dengan magnitud 8,5," kata Irwan. Ancaman nyata dari selatan Jawa harus ditindaklanjuti oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. "Jawa selatan masih gelap. Makanya perlu kajian lebih lanjut. Kita selama ini baru memetakan klustering gempa 2006 dan 1994 yang menimbulkan tsunami," kata Widjo. "Berbeda dengan Sumatera, kajian di wilayah ini masih jarang," imbuhnya. Edukasi kepada masyarakat harus ditingkatkan. Publik sendiri bisa berupaya membentengi diri dengan membangun rumah tahan gempa serta tidak berlokasi di dekat pantai untuk mengurangi risiko tsunami.(Yunanto Wiji Utomo)

Sabtu, 25 Januari 2014

Inikah Doa Peredam Gempa Kebumen?

Si ragil bingung mau menulis apa begitu ingin mejawab petanyaan bertubi-tubi dari grup BBM keluarga yang ada di Jakarta. Namanya GEMPA KEBUMEN, yang mereka bayangkan seperti saat GEMPA JOGJA dengan ribuan korban rumah roboh dan jiwa melayang. Jawab saja dengan doa yang dikirim dari SMS Bu Dhe;"Ya Allah, kami mohon agar keluarga, warga, dan daerah kami aman. Amin ya rabbal 'alamin".
Rasanya doa itu yang oleh seorang atau beberapa orang telah dipanjatkan dengan ketulusan hati mendalam, pada malam Jumat sebelum terjadi gempa. Fakta yang ada, kerusakan yang terjadi di Kebumen tercatat lebih sedikit dibanding daerah tetangga, mulai Cilacap, Banyumas, Magelang, dan Jogja. 
http://regional.kompas.com/read/2014/01/26/0151418/Di.Kebumen.3.Rumah.Rusak.Berat.akibat.Gempa.
Itu membuat satu keyakinan yang menguat pada kekuatan doa, dan ashadaqatu li daf'il bala'. Sedekah yang tulus, seperti tangan kanan memberi tangan kiri tidak tahu, adalah kekuatan dahsyat untuk menangkal bencana. Seorang teman mengaku, pada malam Jumat sebelumnya mengantar seorang "kesepuhan" ke Pantai Petanahan. Di sana beliau meletakkan sesuatu benda yang tak tahu itu apa. Selang beberapa menit datang gelombang besar dan menghanyutkan benda tersebut. Sebuah amal yang tak diketahui siapa pun, selain yang bersangkutan.
"Itu maksudnya mungkin ya meminta kepada Allah atas keselamatan warga dan daerah Kebumen," kata teman itu. Saya menanyakan lebih jauh kepada teman itu. Apakah prosesi berdoa dengan cara melemparkan benda-benda ke laut itu merujuk pada peristiwa Nabi Musa memukulkan tongkat ke laut dan air membelah menjadi daratan? "Ya mungkin begitu," ujar teman tadi.  

Maka membaca berita bagaimana sebuah masjid ambruk ini, makin dalam permenungan makna doa dan shadaqah yang bisa menangkal bencana. Atau memang sebenarnya ada prosesi doa yang mampu menjadi peredam gempa. Wallaahu a'lam bish shawab....! (Kholid Anwar)


Masjid pun Roboh
SindoNews.com- Masjid AT Taqwa di Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas roboh setelah diguncang gempa berkekuatan 6,5 SR. Beruntung tidak ada korban jiwa dari robohnya masjid itu. Namun, masjid besar tersebut menimpa sebuah rumah milik warga hingga rata tanah. Palupi, warga setempat mengaku bersama keluarganya langsung keluar rumah setelah merasakan guncangan gempa cukup kuat.
Beruntung Palupi dan keluarga telah berada di luar, tiba-tiba masjid yang berada di sebelah rumahnya perlahan roboh."Di dalam masjid kebetulan tidak ada orang," tutur Palupi bersyukur, Sabtu (25/1/2014).
Seperti diketahui, gempa berpusat 104 kilometer barat daya Kebumen - Jawa Tengah, dengan kedalaman 48 kilometer itu dirasakan cukup kuat. Tidak hanya di daerah di Jawa Tengah, gempa itu juga dirasakan warga di Jawa Barat, seperti Bandung, Garut dan Cimahi.
United States Geological Survey (USGS) menyebutkan, guncangan gempa Kebumen tersebut berintensitas VI MMI atau kuat dan strong yang dapat merusak bangunan. Sehingga bisa dipastikan, akan banyak bangunan rusak maupun roboh. BNPB masih melakukan koordinasi dengan BPBD di daerah, sementara ini dilaporkan baru satu roboh dan beberapa rumah rusak terjadi di Desa Krandengan, Kecamatan Bacan Purworejo.

Senin, 20 Januari 2014

Tiga Peristiwa "Besar" di Halaman Kebumen

Puas rasanya membaca kliping berita Kebumen di Suara Merdeka 20 Januari 2014 halaman Kebumen 23. Setidaknya ada tiga hal "besar" di sana. Batu "sebesar" rumah longsor dari ketinggian bukit 100 meter di Desa Sidoagung Kecamatan Sruweng sampai menutup akses jalan desa dan warga kebingungan bagaimana cara menyingkirkan batu yang jika dipecah menghasilkan 100 truk batu belah. Hal "besar" kedua, sampah di Kebumen mencapai 80 ton per hari, dan hendak diolah oleh investor PT Asia Elang Jaya dari Jakarta untuk dibuat energi biosolar dan pupuk organik. Survei sudah dilaksanakan dan memaparkan rencana investasi Rp 60 miliar untuk bisa mengolah 50 ton per hari. Masih tersisa 30 ton per hari, yang menurut Kepala
Bidang Penanaman Modal pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Kebumen Bambang Hariyanto, investor lain bisa memanfaatkan potensi tersebut. Jika saja hal itu nanti terealisasi, jelas merupakan "peristiwa besar" bagi daerah ini yang mampu mengolah sampah menjadi komoditas berharga.
      Lalu hal "besar" kedua, Polsek Petanahan menggerebek tempat judi togel Hongkong di rumah Mardiyo di Desa Karangrejo. Meskipun barang bukti yang disita hanya uang "kecil" Rp 247.000 dan balpoin kecil, dua lembar rekap angka togel, selembar kertas karbon, itu semua bermakna "besar" karena keberanian polisi membersihkan perjudian dari wilayah Kebumen Beriman yang merupakan "penyakit masyarakat".
      Apalagi jika melihat 1740 anak-anak kecil menyimak Bambang Bimo Suryono alias Kak Bimo dari Jogja mendongeng di Gedung Serbaguna Muslimat NU, mereka jelas terpana oleh kisah teladan
Nabi Besar Muhammad SAW. Anak-anak dari TK dan Raudhatul Atfal itu tengah membangun cita-cita besar menjadi orang besar. Jika di wilayah Kebumen yang Beriman kok masih terus ada togel, langsung atau tidak langsung bisa berpengaruh buruk bagi jiwa bersih anak-anak.
      Jadi, jika nanti sampah-sampah yang menggunung telah diolah menjadi barang bermanfaat, penyakit masyarakat disikat bersih, Insya Allah, sandungan batu sebesar rumah pun akan bisa disingkirkan untuk melapangkan tumbuh kembang jiwa-jiwa yang bersih dari anak-anak tunas bangsa berbalut iman. Amin! (Kholid Anwar)

Sabtu, 18 Januari 2014

Antara Berhaji untuk Korupsi dan Korupsi untuk Berhaji

Tulisan yang termuat di Suara Merdeka 1 Desember 2006 ini terasa perlu dibaca ulang untuk pengingat diri sendiri. Sungguh berat syarat memperoleh predikat haji yang mabrur, di tengah fakta kebanyakan koruptor yang telah ditangkap KPK berpredikat haji. (http://blandringbook.wordpress.com/2006/12/25/telah-terbit-buku-haji-tanpa-korupsi/)

Haji, Ritual Antikorupsi

  • Oleh Kholid Anwar
PEMBERANGKATAN jamaah haji tahun 1427 H dari Tanah Air ke Tanah Suci dimulai 28 November 2006. Ini sudah seperti prosesi ritual, dan sekaligus hajat besar bagi pihak penyelenggara ibadah haji untuk memberikan pelayanan terhadap sekitar 200 ribuan umat muslim dari Indonesia menunaikan rukun Islam kelima.
Namun belakangan prosesi ibadah suci itu dikaitkan dengan isu-isu pemberantasan korupsi. Terutama setelah mantan Menteri Agama Said Agil Husain Al Munawar dipenjara karena terlibat kasus korupsi dana haji.
Masyarakat awam sering mempertanyakan, bagaimana dengan para pejabat lain, di tingkat pusat sampai daerah, dalam mengurusi penyelenggaraan ibadah haji apakah tidak terlibat korupsi ? Terhadap orang yang hendak berhaji pun dipertanyakan, apakah biayanya untuk berhaji tidak tercampur dengan uang hasil korupsi ? Bukan hanya terhadap pejabat pemerintah yang berangkat haji atas biaya dinas dan sering disebut haji abidin. Terhadap jemaah haji lain pun dikiritisi, apakah penghasilannya didapat dengan cara yang tidak jujur dan merampas hak orang lain ? Apakah biaya ONH orang yang berhaji sudah terbebas dari unsur-unsur "berbau korupsi" ?
Di era kebebasan informasi, gugatan semacam itu tidak lagi bisa dijawab dengan apologi, bahwa tidaklah baik berburuk sangka terhadap orang yang akan berhaji. Mereka sudah punya niat suci, doakan saja semoga menjadi haji mabrur.
Memang tidak etis mencurigai orang berhaji dengan asumsi seolah kebanyakan di antara mereka tidak bisa terlepas dari perilaku berbau korupsi. Namun suatu introspeksi diri, dan terus-menerus melakukan koreksi atas apa yang telah dan akan dikerjakan terkait dengan nilai-nilai ibadah haji, kiranya bisa dijadikan awal menjawab asumsi seperti itu.
Hindari Salah
Bukankah ibadah haji sarat nilai ibadah yang kemanfaatannya bukan semata bagi orang per orang yang berhaji, namun juga secara sosial mampu memberikan kemaslahatan umat ? Pada manasik haji tersimpan ajaran penuh simbol.
Pada saat seseorang punya rencana berhaji sudah harus berpikir dari mana biaya diperoleh secara halal. Mau berangkat meminta maaf atas segala kesalahan kepada sesama. Ketika sampai di Tanah Suci mengenakan pakaian ihram, niat berumrah dulu atau berhaji, sudah harus menghindari berbuat salah melanggar aturan berihram.
Dalam melaksanakan wajib haji dan rukun haji, apakah sudah sesuai prosedur atau ada yang dilanggar dan dikurangi, harus diketahui dengan kejujuran hati oleh orang yang berhaji. Semua jamaah haji tentu sudah bertekad untuk menghindari berbuat salah saat melaksanakan manasik haji. Hanya saja, berbuat salah bisa karena kesengajaan, ketidaktahuan, atau kelalaian.
Karena itulah, untuk terhindar dari salah, orang berhaji perlu melakukan introspeksi terus -menerus. Jika misalnya ONH menggunakan dana hasil korupsi, atau setidaknya tercampur dengan uang yang dapat dikategorikan hasil korupsi, bisa-bisa nanti memperoleh predikat haji korupsi. Ketika memulai melaksanakan prosesi ibadah haji ada rukun atau wajib haji yang dikurangi secara tidak sah, bisa dimaknai korupsi haji.
Mengambil hikmah dari setiap aktivitas ketika melaksanakan manasik haji untuk kemudian dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sepulang naik haji merupakan harapan jika telah berhasil melakukan introspeksi. Kiranya, dari introspeksi itulah seseorang bisa menggapai kemabruran haji, dan sepulang berhaji tetap mampu menjaga kemabrurannya.
Ritual Antikorupsi
Inti ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Sedangkan ritual yang tidak boleh ditinggalkan adalah mengenakan pakaian ihram yang sering dianggap sebagai prosesi yang memberatkan. Kalau mau meresapi makna mengenakan pakaian ihram sebagai suatu bentuk pengekangan diri dari segala nafsu yang bersifat duniawi, tentu segala larangan ketika berihram bukanlah beban berat.
Para pembimbing haji selalu mengingatkan, saat orang sudah mengenakan pakaian ihram harus sudah menghindari larangan berlaku fusuk (berkata-kata kotor), rafats (berbuat kerusakan), dan jidal (berbantah-bantahan), sebagaimana tercantum dalam Surat Al Baqarah 197. Tiga hal itu merupakan larangan ketika mengenakan pakaian ihram, mes-kipun di luar itu pun tetap dilarang.
Sedangkan perbuatan halal seperti memotong kuku, memotong rambut, mengenakan wewangian, berhubungan intim suami istri, menikah atau menikahkan, menjadi larangan ihram dapat dimaknai sebagai bentuk ritual pengekangan diri dari nafsu-nafsu yang bersifat duniawi.
Semakin lama orang mampu berihram akan mencerminkan kesanggupannya menghindari perbuatan munkar.
Bukan hanya pada saat dia berhaji, namun selepas itu perilaku berihram dapat lebih membekas. Kenikmatan berihram dapat dirasakan ketika seseorang terus-menerus berikhtiar secara batiniah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Perbuatan korupsi, seperti digambarkan Robert Klifgaard (2001), menyangkut semua tingkah laku yang menyimpang atau melanggar aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi. Kata korupsi berasal dari corrupt, bermakna menimbulkan serangkaian gambaran jahat menyangkut apa saja yang merusak keutuhan, termasuk nilai moral.
Ihram mengajarkan orang untuk taat aturan, jika ada yang dilanggar wajib membayar denda atau dam. Di dalamnya mengandung nilai ketaatan total. Sekali pun orang lain tidak tahu, orang berihram senantiasa sadar Allah mengetahuinya. Dirinya selalu merasa tidak ada gunanya menutup kesalahan dengan bermacam alasan yang manipulatif. Dia sedang menjauhi apa yang diharamkan Allah, dari tindakan bersifat koruptif yang nyata ataupun yang sangat tersamar.
Sering disampaikan para ulama, pintu mendekatkan diri kepada Allah adalah perasaan tidak memiliki apa-apa. Saat orang berihram, di tubuhnya tak ada wewangian, bau badan tercium apa adanya tanpa manipulasi. Ketika yang dikenakan hanyalah dua lembar kain putih, maka perasaan tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki kedudukan dan jabatan, tidak memiliki tempat bergantung, akan lebih mudah tumbuh dalam hati. Ritual seperti itu yang dihayati mendalam dengan sendirinya sudah menumbuhkan sikap antikorupsi dalam berbagai bentuk.
Bahwa akhirnya, hanya Allah yang memiliki segalanya, dan karenanya betapa seseorang yang hanya mengenakan pakaian ihram sangat membutuhkan pertolongan Allah. Keserakahan yang menjadi pendorong utama tindakan korupsi, hilang dengan sendirinya. Perasaan seperti itu kemudian dengan mudah direfleksikan dalam sikap selalu membesarkan dan mengagungkan Allah. Pembuktian sikap melalui ketaatan pada perintah Allah dan menghindari perbuatan munkar yang dilarang Allah.
Meraih Predikat Saleh
Sayangnya, diakui atau tidak, orang yang telah menjalani ritual antikorupsi belum terjamin perilakunya di kemudian hari terbebas dari perilaku koruptif. Haji sering dijadikan simbol kesempurnaan seseorang menjadi muslim, menempati status sosial terhormat, dan dikonotasikan berada pada tingkat kesalehan yang lebih. Namun dengan kian banyaknya fakta orang-orang yang sudah naik haji tapi kok belakangan diketahui terlibat kasus korupsi atau memperlihatkan perilaku yang tidak terpuji, penilaian pun berubah menjadi ironi.
Ada ungkapan sindiran yang terkesan hanya guyon anak-anak tentang predikat haji. Misalnya jipat turi akronim dari kaji mlumpat kethune keri. Ungkapan asosiatif dalam bahasa Jawa seperti itu bisa berarti seorang yang sudah naik haji tiba-tiba meloncat ke jalur tingkah laku lain dengan menanggalkan kesucian hati dan pikiran yang disimbolkan kethu atau kopiah putih. Atau, dalam ungkapan yang mengandung sarkasme, pak kaji nyolong dhendheng yang berkonotasi ada perilaku seorang haji yang mencuri hal-hal berbau busuk seperti daging yang sudah dikeringkan menjadi dhendheng.
Pada sebagian masyarakat tertanam pemahaman, ciri haji yang mabrur jika sepulang naik haji perilakunya terlihat saleh, rajin beribadah, lebih dermawan, dan berbagai sikap baik lain.
Predikat saleh harus diraih dan dijaga oleh orang yang sudah berhaji. Jika yang diperlihatkan perilaku sebaliknya, kemabrurannya diragukan. Apalagi dengan banyaknya tersangka korupsi justru dari mereka yang berpredikat haji. Masalahnya ada pada jemaah haji, apakah banyak hal dalam prosesi ritual ibadah haji dikerjakan secara tidak jujur. Itu yang akan menjadi benih manipulasi dan korupsi yang terefleksi pada perilaku keseharian sepulang berhaji.
Memang, kemabruran haji tidak ditentukan oleh penilaian masyarakat atau orang lain. Kemampuan berikhtiar untuk dapat maksimal mengikuti manasik haji secara baik akan menuntun ke arah haji mabrur. Karena itulah introspeksi diri bagi orang yang akan dan sudah melaksanakan ibadah haji menjadi kekuatan besar untuk menghindar dari perbuatan-perbuatan "korupsi" dalam berbagai segi dan bentuknya karena kejujuran hati menjadi kunci terhindar dari tindakan manipulasi. Semoga Allah SWT memberikan ijabah atas doa dari hati suci orang-orang yang berhaji. (11)
--- Kholid Anwar, penulis buku Haji Tanpa Korupsi, aktivis kemasyarakatan

Ahli Bid'ah, Enjoy Sajalah!

  Undangan +Akhmad Murtajib  untuk mengikuti pengajian (+Ngobrol) Muludan komunitas Difa Kebumen bertema "Akhlak Nabi Muhammad SAW terhadap Wong Difabel", bersama Gus Muad Baihaqi, Pekeyongan di musala Al Furqan Kembaran timur Mapolres Kebumen, Sabtu siang (18/1) menarik untuk diikuti. Eh, selang sejam lebih acara dimulai sejak Kang Tajib mempertegas maksud tujuan kegiatan untuk menyadarkan pengertian bahwa Nabi Muhammad seorang yang sangat menghargai orang yang berkebutuhan khusus, Gus Muad batal hadir. 
Lha kok malah Mbak Iin memaksa saya ikut memberi sambutan. Ya sudah, yang penting menyampaikan apa yang diketahui. Pada saat Nabi Muhammad memberikan peringatan siapa saja yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir tapi tidak menghormati tetangga, bisa jadi dia memang bukan termasuk orang beriman.
Terus semulia-mulia orang di sisi Allah, adalah orang yang taqwa. Itu artinya, kalau ketaatan kepada aturan yang sudah digariskan Nabi dipatuhi, termasuk patuh pada aturan hidup bertetangga, orang itu pasti terlihat mulia di mata tetangga dan Insya Allah sudah mulia di mata Allah.
Selesai potong tumpeng dan acara selesai, Romo Vidi dari Gereja Katholik Kebumen yang mengikuti acara itu sempat gendu-gendu rasa. Pembacaan Barzanji yang dimaksudkan merefleksikan kembali akhlak mulia Nabi Muhammad itu oleh sekelompok orang Islam lain dianggap bid'ah karena amalan itu tak penah dilakukan oleh Nabi Muhammad. Di Katholik, kata Romo, juga ada kelompok yang menolak praktik keagamaan yang tidak pernah ada semasa hidup Nabi Isa. Ada aliran agama yang menolak tradisi dan menganggap hal itu bid'ah. Jadi, memang ada titik persamaan praktik beragama dari kelompok yang melestarikan tradisi dan yang menolak tradisi dalam Islam dan Katholik. Maka kalau belakangan makin gencar saja kelompok yang menyerang kelompok lain sebagai ahli bid'ah, ya enjoy saja lah. Gitu aja repot! (Kholid Anwar)

Selasa, 14 Januari 2014

RSUD Kebumen Dipaksa Boyong, Pasien Tambah Lara Ya Men!

Maket gedung baru RSUD Kebumen sing mewah alias mepet sawah
Pelayanan rawat jalan nang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kebumen per 15 Januari 2014 kudu wis pindah nang gedung anyar, Jalan Raya Lingkar Selatan kulon terminal bus Kebumen. Senejan fasilitase durung lengkap, ning mbuh kepriben critane, ndadak ana prentah sing sifate meksa tanggal kuwe pelayanan rawat jalan wis boyongan.
Sawah bermasalah nang latare gedung anyar RSUD

Ngepasi tanggal abang dina libur peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW 14 Januari 2014, kabeh karyawan lan dokter karo jajaran direksi keton pada kemetig nganakna slametan. Nang ruang ngarepan panggonan tunggu pasien dianakna doa bersama, dipimpin Pak Kiai sing ngawiti niat nyuwun slamet olihe boyongan. Mergane, mungguh Pak Kiai, arep miwiti mbangun yang apike dikanteni donga nyuwun slamet. Lha apamaning arep manggon nang panggonan anyar. Mulane ya kudu dongga nganggo wacan asma'ul husna.
Pelayanan UGD tesih nang RSUD lawas

Nang sandinge wong sing ndonga, petugas liya keton tesih sliweran ngangkuti barang-barang boyongan sekang gedung RSUD lawas cedek stasiun sepur Kebumen. Panggonan lawas kuwe sikine ya tesih dinggo nglayani pasien rawat inap. Tumrape para petugas kesehatan, boyongan kiye pancen mbingungi. Rencanane sasi Mei olihe pindahan. Jebul ana prentah ndadak, tanggal 15 Januari kudu wis boyong. 
Tesih ngotong-otong abrag-abrag
Dadine mengko nek ana pasien rawat jalan, teka nang RSUD anyar, diperiksa terus kudu dirawat ya langsung diangkut ambulan selehna nang RSUD lawas. Sebalike, nek ana pasien rawat inap nang bangsal gedung RSUD lawas kudu periksa laboratorium, ronsen, fisioterapi, apa dene pemeriksaan liya sing kudu nganggo alat-alat, ya kepeksa diotong-otong mengaring gedung anyar. 
Pokoke ya ribet lah. Apamaning nek ndeleng kesiapan panggonan saben-saben poli. Contone poli gigi, pasien arep nembel untu ya kudu sabar disit. Mergane alat-alat sing kudu dipasang mbutuhna wektu suwe. Pasien sing butuh fisioterapi alate yang durung bisa murub merga listrike durung stabil.
Kondisi listrik sing durung stabil kuwe, ngasi wingi urube tesih kedip-kedip. Lha nek perlatan kesehatan sing regane atusan juta
Didongani nganggo Asmaul Husna
rupiah uga dipeksa dicolokna, sedilit bae jebol. Padane mengko ana pasien arep nambakna penyakite mara nang RSUD anyar ning tekan kana dokter ora bisa nambani merga alat-alate durung bisa murub kabeh, ya jejel gari dideleng baen. Apa enggane ya kene arep melu-melu nyuraki; pasen tambah lara ya men! Ketone kok ora pantes temen. Ning ya lha wong kaya kuwe sing dikarepna karo penguasane kabupaten, nek petugas yang wajibe nglayani pasien arep protes, bisa-bisa mung dijawab nylekit; "Insya Allah aku sing ngerti karepmu!" Apa ora blai enggane? (Kholid Anwar)  


Sabtu, 11 Januari 2014

BumenPriben: Perda Dodolan Ayat Suci Disahkan DPRD Kebumen?

BumenPriben: Perda Dodolan Ayat Suci Disahkan DPRD Kebumen?

Perda Dodolan Ayat Suci Disahkan DPRD Kebumen?

Si Ragil ora ana perda ya wis katam quran
BumenPriben; – Pancen maen nek ada peraturan daerah (perda) sing ngatur bab baca tulis Alquran. Kabare nang 23 Januari 2014 diagendakan penyampaian pendapat bupati atas Raperda tentang penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran baca tulis Al-quran ngepasi sidang paripurna. Sekretaris DPRD Kebumen, Budhi Santoso,  wis ngrancang, rapat paripurna perdana  2014 nangaring 20 Januari, mbahas patang rancangan peraturan daerah (Raperda) sisan. Raperda tentang retribusi pelayanan pendidikan, Raperda perlindungan tenaga kerja Indonesia atau calon tenaga kerja Indonesia, Raperda tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana. Siji maning Raperda tentang perubahan keempat atas peraturan daerah Kabupaten Kebumen nomor 14 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah, satuan polisi pamong praja dan kantor pelayanan perizinan terpadu.
      Nah tanggal 23 Januari diagendakan rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi maring patang Raperda mau. Terus tanggal 27 Januari gantian Bupati nanggapi pandangan umum fraksi. Bar kuwe Bupati uga njelasna persetujuan dari Menteri Keuangan RI dan Gubernur Jawa Tengah, ngenani Perda tentang retribusi pengolahan limbah cair, sing terus bisa ditetapkan. Nang dina kuwe uga dibabarna tanggapan dan jawaban fraksi terhadap Raperda tentang penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran baca tulis Al-quran.
Pak Mahfudz dialog nang Bandung Kebumen
      Tumrap guru ngaji sing seprana-seprene mulang bocah-bocah awit alip bata nganti katam Quran kanti ikhlas, ana apa ora ana perda kaya kuwe blas ora kepikir. Lha wong babagan ngaji kuwe ya ora perlu diatur perda mbarang. Pancene nek mengko perdane dicabut, ngajine leren?
      Persis kaya pengendikane Pak Mahfudz MD nalika silaturahmi nang Pondok Pesantren Nurul Hidayah Desa Bandung Kecamatan Kebumen pungkasan Desember mekiki, status perda kuwe hukume nang ngisore undang-undang. Nek secara undang-undang kok bertentangan, Mahkamah Agung bisa mbatalna. Seumpama sing diatur masalah syariat atau agama Islam, kaya ta masalah zakat apa soal pengajaran Al Quran, terus MA nganggep perda kuwe bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku di NKRI, apa enggane ora blai. Ana ajaran Al Quran kok dibatalna nang menungsa. Ya umat Islam nlangsa lah. 
      Pak Mahfudz sing siki wis dadi manten ketua Mahkamah Konstitusi kuwe ngendika masalah perda berbasis agama, kaya perda penyelenggaraan pendidikan dan pembalajaran baca tulis Al Quran nang Kebumen mergane dikompori nang Kang Tajib, aktivis LSM penggerak Gusdurian, sing prinsipe ora setuju masalah agama kudu diatur nang negara. Dadi pancen aneh nek ana fraksi  ngomonge penerus cita-cita Gus Dur, ning kok setuju anane perda tentang pendidikan Al Quran sing mengko tiba mburine dudu kepriben carane bocah-bocah berperilaku qur'any. Nanging kaya sing uwis-uwis buntute ya mung rebutan proyek. Buktine, proyek pengadaan Al Quran bae ya dikorupsi. Nek kaya kuwe dadine ya dodolan ayat suci. Ora nekakna manfangat, ning malah olih laknat Allah. Na'udzubillahi min dzaalik! (Kholid Anwar)

Jualan Surga, Belum Laku Juga!

Ikhtiar menanggulangi kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kelurahan Bumirejo Kebumen hingga kini tampak masih sulit mengukurnya, apakah telah berhasil mengurangi angka kemiskinan atau tetap saja masih banyak orang miskin yang layak terus "diproyekkan". Pada tahun 2012 lalu BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat), lembaga yang memperoleh mandat berswadaya mengelola dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) sebesar Rp 1 miliar lewat program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) antara lain memberikan peluang kepada KSM (kelompok swadaya masyarakat) Kumbung Mulyo untuk mengembangkan budidaya jamur tiram.
      Handas Prabuda dipercaya mengelola kelompok "bertani" jamur tiram. Dibuatlah skema meyakinkan; jika warga miskin di Bumirejo difasilitasi membudidayakan jamur tiram, tiap KK dari sekitar 700 KK miskin mampu menghasilkan 1 ton per bulan, dan masing-masing mendapat penghasilan tambahan sekitar Rp 300 ribu per bulan. Obsesi itu yang kemudian memberikan ilham untuk menarasikan mimpi-mimpi indah tadi dalam buku "Jualan Surga", sebuah dokumen perenanaan penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Bumirejo.
     Namanya juga mimpi, untuk mewujudkan dalam kenyataan tentu tak semudah membalik bantal. "Masalah yang kami hadapi, saat kami sudah siap dengan baglog untuk ditanami, bibit yang kami pesan dari Jogja terlambat datang," ujar Handas. Maka sekali dua kali produksi baglog media tumbuh jamur tiram membusuk. Modal dari dana BLM susut dan warga KSM belum bisa ikut budidaya jamur tiram.
     "Mau tidak mau saya harus berusaha bisa membuat bibit sendiri. Alhamdulillah, mulai November 2013 saya sudah bisa menemukan formula untuk bisa membuat bibit F nol. Ini jamur yang tumbuh ini hasil pembuatan bibit sendiri," Handas mulai optimis jika pada Februari 2014 pembuatan baglog untuk mencukupi kebutuhan kelompok sudah bisa tercukupi.
      Ia berharap, mimpinya untuk memprodusi jamur tiram bisa berkembang dan mampu mencukupi kebutuhan pasar di Kebumen yang selama ini masih banyak dipasok dari Magelang. Jadi saat ini untuk "Jualan Surga" belum bisa laku juga karena yang akan dijual belum jadi. Nanti kalau produksi baglog sudah lancar dengan membuat bibit sendiri, ia optimis ketekunannya membantu kelompok warga miskin berbuah manis. Bukan janji surga, tapi ia sekadar menawarkan surga kebersamaan dan gotong royong masyarakat sebagai keindahan hidup penuh harmoni dalam suatu kemunitas.  
(Kholid Anwar)

Haul KHR Mohamad Shidiq dalam Nasab dan Nasib

     Menghadiri undangan dari panitia peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW 1435 H dan Haul Syeh RKH Mohamad Shidiq Masjid Al Hikmah Prumpung Kelurahan Bumirejo Kebumen, Sabtu 11 Januari 2014 rasanya digerakkan untuk menelusur ke awal eksistensi diri. Di sana ada silsilah nasab Mbah Buyut Shidiq, yang konon merupakan putra seorang bupati dari Pekalongan. Tapi siang itu di halaman masjid Prumpung tak dikhususkan bicara nasab.    
Justru ceramah pengajian oleh H Kwiek Giok Yung alias  Mahdi Al Hajj dari Magelang memberikan penegasan sendiri. "Saya bangga menjadi orang Cina karena nama Cina disebut langsung oleh Nabi Muhammad," ujarnya mengutip hadits yang memerintahkan agar umat Islam meuntut ilmu walaupun sampai ke negeri Cina. Di acara itu memang tak ada pembacaan silsilah untuk mengurutkan nasab dan dzuriah Mbah Shidiq.
KH Hayatul Maki, cucu dari Mbah Shidiq yang kini memangku masjid dan pondok pesantren Prumpung memimpin tahlil singkat, bertawasul untuk dzuriyah Mbah Shidiq yang sudah almarhum. Ustadz Kwik Giok Yung seakan menyadari, masalah umat Islam kini sudah  enggan menuntut ilmu agama sebagai bekal amal mengikuti tuntunan Nabi Muhammad. Akibatnya, masjid dibangun megah di mana-mana. Tapi yang shalat berjamaah hanya sedikit. Membangun masjid lebih mudah daripada memakmurkan masjid. 
Kisah seorang imam masjid yang hendak shalat berjamaah, namun ma'mum yang ditunggu tak kunjung datang, menjadi ilustrasi betapa saat ini nasib masjid terasa menyedihkan. Itu pula pesan yang hendak disampaikannya; jika hendak memperbaiki nasib agar bisa hidup lebih makmur, maka makmurkanlah masjid. Semua ada ilmunya, yang kalau perlu mencari sampai ke negeri Cina. (Kholid Anwar)


 

Selasa, 07 Januari 2014

Ratih TV, Jangan Lagi Merana dan Merintih

Mulai serius editor meeting
Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Ratih Kebumen mulai Desember 2013 telah memiliki status resmi, memperoleh izin menyelenggarakan siaran tetap dari Menteri Kominfo Tifatul Sembiring. Ini menjadi satu-satunya LPP Lokal televisi di Jawa Tengah, bahkan di Indonesia, yang telah berizin sesuai undang-undang dan peraturan penyiaran.
Masalahnya menjadi pelik ketika harus dari mana televisi yang didirikan berdasar Peraturan Daerah beroperasi tanpa membebani APBD. Maklum, sepuluh tahun silam saat ide Bupati Rustriningsih mendirikan televisi lokal yang kemudian dinamai Ratih alias Dara Putih oleh Presiden Megawati Soekarnoputri itu belum ada regulasi pasti. Berapa pun anggaran untuk beroperasinya Ratih bisa "dicukupi".
Pemangku kebijakan daerah di Kebumen kini berganti rezim. Tak ada political will cukup dari DPRD dan apalagi Bupati, karena Ratih ibarat peninggalan rezim terdahulu. Ratih TV tidak dilihat sebagai kebutuhan dasar pelayanan publik yang saat ini sudah berada di era informasi. Transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dianggap cukup dilakukan jika sudah mempublikasikan kegiatan dan program kerja di media-media konvensional umum.
Bahwa kebutuhan masyarakat untuk mengakses informasi publik dari penyelenggaraan pemerintahan daerah dianggap tidak terlalu penting dibuka lebar-lebar. Maka Ratih TV menjadi media yang kini diposisikan sekadar masih ada. "Laa yamuutu wa laa yahya", tidak mati dan juga tidak hidup layaknya sebuah lembaga penyiaran televisi. Crew yang ada, kebanyakan berstatus PNS, tidak mungkin untuk berjibaku mengelola televisi lebih profesional tanpa dukungan penuh "owner".
Keluarnya izin tetap LPP Lokal Ratih TV itu mungkin bisa menyadarkan para pemegang kebijakan daerah, dan bisa berseru; "Ratih, kini jangan lagi merana dan merintih! Apa kebutuhanmu untuk terbang tinggi mengabarkan kebaikan hati rakyat Kebumen dalam memajukan kesejahteraannya?". Semoga saja, dan di sana ada orang yang masih tetap konsisten pada kebaikan hati itu. "Insya Allah, aku sing ngerti karepmu!" Amiin! (Kholid Anwar)

Mendapat Gaji dari Bank Dunia dan Bank Akhirat

Terasa lebih berat saat saya harus berpamitan kepada kelompok kerja (pokja) RBM (ruang belajar masyarakat) Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan di pertengahan Desember 2013 lalu, usai memberikan sedikit pembekalan tentang Jurnalisme Pemberdayaan. Pada pelatihan yang diikuti para pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di sana, terdiri tenaga Pendamping Lokal (PL), CBM (Community Bassed Monitoring) dan tenaga TI Kecamatan, terasa sudah tumbuh sikap kerelawanan mereka untuk berperan lebih besar pada program penanggulangan kemiskinan di wilayah desa masing-masing.
Mereka sadar, relawan memang tidak mendapat gaji. Beda dengan fasilitator dan konsultan yang tiap bulan menerima bayaran lumayan besar dengan standar pengupahan dari Bank Dunia. "Tapi saya yakin, jika yang kita lakukan ini didasari ketulusan, Insya Allah akan mendapat gaji yang jauh lebih besar dari Bank Akhirat.
Makanya, saya ingin meningkatkan karier tertinggi di bidang pemberdayaan masyarakat dengan menjadi anggota Pokja RBM di kampung halaman Kabupaten Kebumen Jawa Tengah sana, " kata saya sedikit ngecap memberi semangat.
" juga dari Kebumen Pak, Puring," kata seorang peserta memperkenalkan diri usai pelatihan. Dia Dwijo Aprianto, merantau ke Kalsel sudah hampir sepuluh tahun, dan menjadi PNS sekitar empat tahun. Kini ditempatkan di Kecamatan Kuranji, wilayah yang penduduknya kebanyakan transmigran, dengan penghasilan dari kebun kelapa sawit dan karet.
Kerinduannya pada kampung halaman selalu muncul, meskipun keluarganya sudah diboyong ke sana. Setidaknya setahun sekali berusaha pulang kampung menengok ibunya."Ya, di mana pun kita tinggal, tetap masih di bumi Allah. Kita bisa membuka rekening Bank Akhirat di mana pun," kata saya sok pintar menasihati. (Kholid Anwar)


Antara Wakil Rakyat dan Rayap



Mana Lebih Jahat?
Pemilu 9 April 2014 nanti memaksa rakyat memilih wakilnya dari orang-orang “terbaik” dari yang jahat-jahat. Bagaimana tidak jahat jika semua calon wakil rakyat berslogan ingin mengabdi kepada rakyat. Tapi adakah di antara mereka yang saat ini telah terdaftar dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPR-DPD-DPRD Provinsi-DPRD Kabupaten/Kota teken kontrak bersedia tidak menerima gaji jika sudah terpilih nanti? Intinya, jika betul mau mengabdi tentu bersedia tidak digaji seperti halnya guru wiyatabakti ?
Jadi, mengharap wakil rakyat yang terpilih di pemilu nanti sebagai representasi suara rakyat suara Tuhan, sama saja dengan orang berdoa sambil menenggak miras. Tapi memang pemilu tetap harus berlangsung, dan siapa pun yang terpilih, itulah wajah rakyat. Jika yang terjadi seperti para wakil rakyat hasil Pemilu 2009, bersiaplah berbangga hati menyaksikan para anggota dewan yang terhormat digiring KPK masuk bui.
Itulah wakil rakyat yang menggerogoti uang rakyat. Yang digerogoti brankas negera. Tentu lebih jahat dari rayap. Karena rayap hanya menggerogoti kayu yang memang sudah lapuk. Makanya, perlu dipertanyakan, antara wakil rakyat dan rayap, mana yang lebih jahat. Satu dua orang yang “berhati malaikat” saat ini mungkin ada yang terpampang gambarnya dalam DCT. Ada yang berprinsip, jika orang-orang
baik melihat dunia politik khususnya di lembaga legislatif penuh koruptor hanya diam saja dan mendiamkan, maka orang baik itu ikut berbuat jahat. Karena itu mereka “terpanggil” terjun, hendak membenahi karut marut lembaga itu.
Masalahnya, bisakah rakyat tahu sosok para calon wakil rakyat itu orang baik atau bukan hanya dengan melihat DCT yang terpasang di kantor-kantor KPU? Maka jika nanti rakyat salah pilih, dan yang terpilih wakil rakyat yang lebih jahat dari rayap, rasanya penyelenggara pemilu harus ikut menanggung dosa sosialnya. Alhamdulillah saya sudah “bertobat” menjadi anggota KPU. (Kholid Anwar)