Nah, bingung kan mengaitkan dampak abu vulkanik Kelud dengan pasir besi dan pengaruh sosiologisnya bagi petani di urutsewu pantai selatan Kebumen yang kini sedang terancam matapecahariannya oleh rencana besar investor tambang pasir besi? Makanya jangan terlalu berpikir akademis! Dengar saja penuturan mantan kadus Lembupurwo Mirit, Suhadi, dan penggarap lahan berpasir besi Karjito.



Jika di era tahun 1980-an wilayah urutsewu, seperti Mirit dan Ambal dikenal banyak maling, menurut Karjito karena memang tanah berpasir di sana belum bisa ditanami seperti sekarang. Sebagian warga tak punya pencaharian. Maka tak ada cara selain jadi maling sekadar untuk makan. Jika saja tambang pasir besi nantinya benar-benar membongkar lahan pertanian itu, sama saja memaksa petani untuk jadi maling lagi karena lahan pertanian sebagai sumber pencaharian mereka hilang.
Apalagi jika kondisi hasil pertanian buruk, bahkan gagal panen terkena hama atau terkena abu vulkanik Gunung Kelud, dampak sosial bagi ekonomi petani di urutsewu akan lebih parah.
Maka tak ada daya apa pun untuk terhindar dari dampak bencana selain berdoa. Semoga Allah memberikan pertolongan, mengucurkan hujan berkah membersihkan abu vulkanik Kelud dari tanaman pertanian. Lebih dari itu, semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada investor tambang pasir besi untuk membatalkan niatnya merusak lingkungan urutsewu agar warga petani di sana tetap sehat selamat dan aman dari musibah apa pun. Amin ya rabbal 'alamin! (Kholid Anwar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar