pendamping.Anak autis sulit berkomunikasi dengan orang lain, dan lebih banyak asyik dengan diri sendiri. Sri Murni telah mampu memahami apa yang dibutuhkan buah hatinya, dan berani megatakan "Insya Allah aku sing ngerti karepmu" sehingga Faisal berangsur tumbuh seperti anak normal dan kini bisa bersekolah hingga SMK dan mampu magang menjadi pegawai di stasiun kereta api.
Nah, bukannya para caleg sekarang juga sulit berkomunikasi dengan calon pemilihnya sehingga hanya asyik dengan diri sendiri? Mereka asyik berkomunikasi dengan pohon, gambar-gambarnya ditempel di pohon-pohon dan merasa sudah menjadi wakil rakyat setelah baliho besar terpasang di pinggir jalan? Setidaknya mereka memang mengidap autis sosial?
Ya, autis sosial tentu saja lebih sulit disembuhkan. Terapi apa yang pas untuk mereka? Bahkan bukan hanya caleg yang kini terkena autis sosial. "Kita yang sering SMS-an dan BB-an saat sedang kumpul-kumpul, itu juga terkena autis sosial," kata Kang Tajib. Jadi, kalau masyarakat sudah terkena autis sosial, masing-masing orang merasa pendapat sendiri yang benar, siapa yang harus menjadi Bude-bude lain seperti Sri Murni? Ah, tak mungkin lah itu terjawab. Apalagi jika pengelola negara ini sudah terkena autis sosial, harapannya tentu ada Ibu Negara yang punya samudera cinta dan kasih tak terbatas untuk membimbing anak-anak bangsa yang terkena autis agar mampu berperilaku layaknya anak bangsa yang normal. Jika ada pemimpin berani mengatakan "aku sing ngerti karepmu" kepada rakyatnya sepeti Sri Murni mengatakan kepada Faisal, tentu lah pemimpin itu terkena autis sosial. Itu pemimpin yang perlu bimbingan khusus. Insya Allah! (Kholid Anwar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar